TINDAKAN IMIGRASI MALAYSIA SANGAT TIDAK MANUSIAWI
Pengalaman pahit saat niat bekerja di negeri jiran Malaysia, dikisahkan satu di antara Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB) asal Madura, Jawa Timur, Mat Neri (25).
Ia merupakan salah satu TKI ilegal yang dideportasi pemerintah Malaysia melalui pintu border Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu Entikong, tiba di Dinas Sosial (Dinsos) Kalbar, Jalan Sutan Syahrir, Pontianak, Jumat (18/11/2016) sekitar pukul 00.30 WIB.
Mat Neri mengatakan, dirinya tidak sempat bekerja di Malaysia, lantaran saat dalam perjalanan menuju Kuala Lumpur, Malaysia(bagian barat), keburu ditangkap pihak Imigresen Malaysia di Bandara Kuching, Malaysia.
"Tujuh orang rombongan kami ditangkap di airport (Bandara). Setelah itu masuk tahanan Imigresen Semunja 15 hari, baru kemudian di sidang di Mahkamah, setelah itu kami dipenjara di Sri Aman sekitar dua bulan," ungkapnya, Jumat (18/11) dini hari.
Hidup menjadi tahanan di penjara Imigresen Semunja sangat menyedihkan karena setiap pagi hanya dijatah dua keping biskuit seukuran koin.
"Jam 8 pagi, lepas itu jam 2 siang baru makan. Kalau diukur makan siangnya itu, nasinya paling hanya sekitar tiga sendok saja, lauknya satu telur rebus, sayurnya timun tiap hari itu saja sayurnya," ujarnya.
Jika di penjara Sri Aman, pagi hari ia dan para TKIB yang tertangkap, diberi sarapan bubur nasi, walau terkadang juga terkadang diselingi roti tawar.
"Kadang dikasih kacang hijau, kalau makan siang tunggu jam 12 siang baru makan, setelah itu jam 4 sore lagi baru makan," kisahnya.
Oleh karena banyaknya TKIB yang tertangkap, ia dan para TKIB lainnya tidur seperti ikan asin yang dijemur.
Saling berbagi tempat dalam kondisi nasib yang sama menjadi tahanan di perantauan.
"Seperti burung dalam sangkar, tidur seperti ikan kering yang dijemur. Di sana kalau tahanan yang ditangkap di bawah bulan enam (Juni) itu kena cambuk," katanya.
Kalau tidak ada paspor dicambuk lima kali, kalau ada paspor tidak dicambuk.
Kalau kami di atas bulan enam, kami itu bulan sembilan.
"Mereka yang dicambuk nggak bisa teriak. Hanya bisa menangis walau sudah tua, selain itu tidak boleh bergerak, yang lain ndak boleh noleh melihat," urainya.
Bapak satu anak ini mengungkapkan rasa senangnya, karena sudah bisa bernafas lega tiba di tanah air.
Ia bisa disebut menyerahkan tubuhnya di negeri jiran untuk dipenjara, karena tak sempat bekerja namun harus menikmati udara penjara Sri Aman selama sekitar dua bulan, hingga kemudian di deportasi kembali ke Indonesia.
"Saya belum sempat kerja, baru berangkat saja saya sudah ditangkap. Paspor ada, tapi saya kena tipu, ternyata itu cap palsu. Itu agen yang memberikan cap palsu," terangnya.
Ia dan dan rekan-rekannya, menurut Mat Neri telah tertipu oleh agen yang menjemput.
Yang membubuhkan cap palsu saat masuk dari PLBN Entikong, dan melewati Pos Imigresen Malaysia di Tebedu.
Kalau kami tujuh orang, satu agen. Kami tak tahu kalau capnya palsu. Setelah itu kami pergi ke Kuching, lalu ke bandara atau airport, disitulah Imigresen menangkap kami," jelasnya.
Dikisahkannya, awalnya ia tertarik bekerja sebagai buruh bangunan ke Malaysia karena jika diperbandingkan, upah yang didapat sebagai buruh bangunan di kampung halamannya di Madura, sangat jauh jika dibandingkan dengan upah yang dijanjikan sebagai buruh bangunan di Malaysia.
"Saya sendiri yang mau pergi, ndak ada yang mengajak. Mau cari rejekilah, tapi sudah kena tangkap, jadi sia-sialah saya pergi ke sana. Uang habis, saya dari sini sudah habis Rp 6 juta sampai ke sana kena tangkap," paparnya.
Mat Neri mengungkapkan alasannya ingin bekerja ke Malaysia.
Lantaran harga-harga barang di Indonesia yang semakin mahal, sementara upah bekerja seharian tak sepadan dengan kebutuhan hidup sehari-hari.
"Penghasilan kalau di Indonesia, satu hari kerja kalau buruh bangunan itu Rp 80 ribu, beli ikan dan beli beras sudah tak cukup. Kalau di Malaysia, satu bulan bisa dapat bersih Rp 3 juta, sudah lepas biaya hidup anak, istri atau orang tua, itu sudah bersih yang bisa disimpan," urainya.
Sebelum tertangkap pada keberangkatan keduanya ini, Mat Neri sempat bekerja sebagai buruh bangunan selama empat tahun di Malaysia.
Namun karena kerinduan dengan keluarga, ia pulang ke kampung halamannya dan niat pergi bekerja kembali, namun belum bekerja sudah tertangkap Imigresen Malaysia.
Comments
Post a Comment